KONFLIK agraria kerap terjadi di Batam. Yang terhangat di Pulau Rempang. Namun, beberapa wilayah lain di kota ini, juga kerap terjadi masalah lahan. Salah satunya di Sei Nayon, Bengkong.
POLEMIK lahan di Sei Nayon, bahkan sudah berlangsung sejak beberapa tahun belakangan. Masalahnya ada pada kepemilikan. Lahan di sana secara jadi, sudah kepunyaan perusahaan. Namun, warga di sana menolak keras pindah lantaran telah mendiaminya sejak belasan, bahkan puluhan tahun lalu.
Ada dua perusahaan yang mengantongi dokumen kepemilikan lahan di Sei Nayon, yakni PT Citra Mitra Graha (CMG) dan PT Harmoni Mas. Dua perusahaan itu, rencananya bakal menggarap lahan yang dipermasalahkan tersebut sebagai kawasan perumahan dan bisnis.
Untuk lahan kepunyaan PT Harmoni Mas, luasnya 2 hektare, berada di areal depan, tepatnya persis di muka jalan umum di wilayah Sei Nayon, Bengkong. Pada 28 Desember 2022 lalu, perusahaan itu sudah melakukan penggusuran terhadap sejumlah bangunan ruko yang berdiri di sana. Alhasil, kini di kawasan itu sudah rata.

Kemudian, ada juga lahan milik PT CMG di Sei Nayon, berada di RT03/RW12. Total ada 8 hektare yang akan digarap oleh PT Kammy Mitra Indo. 2 hektare diantaranya sudah steril, sementara 6 hektare sisanya masih diupayakan untuk segera dikosongkan. Pihak perusahaan sampai saat ini masih melakukan upaya aktif untuk mengosongkan lahan tersebut.
Sebanyak 238 rumah akan terdampak dan menjadi target penggusuran oleh PT CMG di lahan seluas 6 hektare yang masih diupayakan untuk dikosongkan itu. Angka ini belum termasuk bangunan yang telah dibongkar paksa sebelumnya.
Percobaan Pemasangan Plang Perusahaan Diadang Warga
Pada sabtu (30/9/2023), pihak PT CMG mencoba masuk ke kawasan pemukiman untuk melakukan pemasangan plang dan mengambil alih satu rumah warga yang sudah menyetujui untuk pindah. Nantinya, rumah itu akan dijadikan basecamp perusahaan guna mendata warga yang siap dan menerima tawaran untuk pindah.
Kedatangan rombongan PT CMG, diadang oleh warga. Mayoritas adalah kaum ibu. Mereka menolak keras dan mengusir elit perusahaan yang datang.
“Keluar kalian. Sudah, pergi kalian semua!” seru salah seorang warga, Sabtu (30/9/2023).
Situasi makin kalut. Warga mulai mengerumuni orang-orang PT CMG yang mencoba memasang plang di lahan yang dipermasahkan. Negosiasi sempat berlangsung sekejap, tapi warga tetap berkeras dengan pendirian mereka
Pihak PT CMG, sebenarnya telah menawarkan ganti rugi berupa lahan untuk warga. Setiap KK yang terdampak penggusuran, akan diberi masing-masing satu kavling yang berlokasi di daerah Kabil. Akan tetapi, tak sedikit yang menolak.
“Kita sudah siapkan lahan di Kabil. Kurang apa lagi? Ini padahal lahan yang secara sah berdokumen lengkap milik perusahaan, lahan ini bertuan. Jadi kami kira tawaran yang diberikan sudah cukup manusiawi sebagai bentuk ganti rugi,” kata Kuasa Hukum PT CMG, Nasib Siahaan.
Perusahaan Kirimkan Ultimatum, Warga Sei Nayon Tetap Menolak
Upaya-upaya yang dilakukan perusahaan terhadap warga untuk mengosongkan lahan di sana, masih belum tampak titik temu. Perusahaan ingin segera membangun, tetapi warga tetap menolak pindah dan melawan. Bahkan pihak PT CMG telah beberapa kali mengirimkan ultimatum berupa surat peringatan agar warga bisa mengosongkan lahan yang dialokasikan pemerintah untuk mereka. Tetapi masyarakat setempat tetap tak menggubris.

Ketua RW 12 Sei Nayon, Anwar Effendi Dalimunthe mengatakan, warga merasa surat yang dikirim oleh PT CMG merupakan bentuk intimidasi dan tidak memiliki kekuatan hukum untuk memaksa pengosongan lahan dan pembongkaran rumah milik warga.
“Kami merasa itu hanya intimidasi, terkecuali surat tersebut datang dari pengadilan baru ada kekuatan hukumnya menyuruh warga bongkar rumah dan pengosongan,” kata Ketua RW 12 Sei Nayon, Anwar Effendi Dalimunthe, Jumat (19/5) tempo lalu.
Kata dia, yang terkena dampak dari penggusuran yang akan dilakukan oleh PT CMG mencapai 238 rumah. Itu belum termasuk bangunan yang telah dibongkar paksa sebelumnya.
Anwar telah melaporkan tindakan perusahaan yang mengganggu kenyamanan warga ke pihak BP Batam sebagai penguasa lahan di kota ini. Ia berharap BP Batam sebagai kepanjangan tangan pemerintah, dapat mengirimkan surat kepada PT CMG agar tidak melakukan kegiatan apa pun selama proses di BP Batam masih berjalan.
“Kami sampaikan ke BP Batam agar surati PT tersebut agar tidak melakukan kegiatan apapun selagi proses di BP Batam masih berjalan,” ujar Anwar.
Sementara seorang tokoh masyarakat di Sei Nayon, Pius mengatakan, Dia dan warga lain yang terdampak, tidak akan meninggalkan lokasi tempat tinggal mereka selama puluhan tahun di sana itu.
“Kami telah membayar PBB selama bertahun-tahun. Kami tinggal di sini sejak 23 tahun lalu. Itu bukan hanya tanah kosong, tapi itu adalah rumah kami yang sudah tertata dengan rapi,” ujarnya, Selasa (9/5/2023) lalu.
Dia menyatakan bahwa warga tidak gentar menghadapi ancaman yang dilancarkan oleh pihak perusahaan. Mereka bertekad untuk tetap tinggal di tanah itu. “Kami tidak takut dengan surat peringatan. Siapa mereka sebenarnya? Kami tetap akan tinggal di sini,” kata Pius.
Dia meminta pemerintah daerah setempat, baik Pemerintah Kota (Pemko) maupun BP Batam, untuk melihat masalah ini dengan jelas. Warga mengalami dilema dan bahkan pernah mengalami teror.
“Kami juga meminta pemerintah melihat situasi ini dengan belas kasihan. Pemerintah seharusnya memerangi kemiskinan, bukan rakyat miskin,” tambahnya.
Dua Surat Peringatan ke Warga
Surat peringatan kedua yang dikirim oleh PT CMG kepada warga tanggal 13 Mei 2023 lalu, merupakan tindak lanjut dari surat peringatan pertama yang dikirim pada 5 Mei 2023. Dalam surat tersebut, terdapat pernyataan bahwa pemilik rumah dan bangunan lainnya diwajibkan segera membongkar dan mengosongkan bangunan mereka.
Surat tersebut juga menyebutkan bahwa peringatan kedua ini merupakan surat terakhir yang dikirim oleh perusahaan kepada warga. Jika tuntutan tersebut diabaikan, pihak PT CMG akan melaksanakan pembongkaran dan pengosongan bangunan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Perusahaan Bersikeras Mendata Warga yang Siap Pindah
Direktur PT Kammy Mitra Indo, Izzi Samsu Marsin, bersikeras untuk membangun lahan di wilayah itu. Rencananya Sei Nayon bakal jadi kawasan perumahan dan bisnis di tengah Kota Batam.

Dia ingin warga memaklumi apa yang telah dilakukan perusahaan. Baginya PT CMG telah menawarkan opsi terbaik, tapi tetap saja ditolak. Izzi pun menegaskan bahwa tak pernah melakukan tindakan berupa teror atau intimidasi terhadap warga.
“Kami mencoba untuk berdialog secara humanis. Kami telah menyediakan lahan kavling sebagai gantinya. Ini sudah lebih dari cukup. Kami harap warga berlapang dada,” katanya, sabtu (30/9/2023).
Pada 2 Oktober 2023 mendatang, menurut Izzi, pihaknya bakal memulai lagi upaya pemasangan plang untuk satu rumah yang dijadikan tempat mendata warga. Ia ingin warga terbuka dan menerima kedatangan pihak perusahaan secara baik.
“Senin nanti kita akan memasang plang dan mendata warga-warga yang siap untuk berpindah dan menerima ganti rugi lahan yang sudah kami siapkan,” ujar dia.
Isu penyeborotan lahan semakin memperkuat konflik di Sei Nayon. Buktinya, pada 31 Agustus lalu, polisi menetapkan empat tersangka atas kasus dugaan penggelapan dan penipuan lahan di daerah itu.
“Saya berfikir warga ini, kan, memang bukan pemilik (lahan) yang sah. Ada beberapa orang warga yang menyerobot lahan, penyerobot yang selalu merasa benar, kemudian mereka mengkavling-kavlingkan lahan untuk dijual. Tak sedikit warga di sini yang jadi korban,” sebut Izzi.
Pemerintah, lanjutnya, dalam hal ini juga harus hadir memberikan kejelasan atas tanah milik perusahaan dan membantu menyelesaikan polemik. “Jangan, kita, sebagai pemilik sah tak bisa berbuat apa-apa di lahan milik kita karena perusahaan akan segera membangun,” katanya.
Sementara ini, belum ada titik temu antara warga yang mendiami lahan di sana dengan pihak perusahaan.
(ahm)