KEBIJAKAN pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199 PMK.04/2019 tentang perubahan besaran nilai barang impor yang kena pajak, membuat posisi Indonesia menjadi salah satu negara dengan besaran nilai terkecil di kawasan ASEAN.
Berdasarkan PMK 199/2019 tersebut, besaran nilai barang yang dikenai pajak sebesar USD 3. Padahal sebelumnya angka itu cukup tinggi menyentuh USD 100, kemudian turun di angka USD 75 dan akhirnya akan berlaku USD 3 mulai 30 Januari 2020 mendatang.
Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres (Asperindo) Kota Batam, penurunan ini menempatkan Indonesia berada di urutan teratas dengan nilai barang kena pajak terkecil di ASEAN. Disusul Thailand sebesar USD 28; Vietnam USD 40; Myanmar dan Kamboja dengan nilai USD 50; dan Malaysia dengan nilai barang kena pajak sebesar USD 120.
Sekretaris Asperindo Kota Batam, Arif Budianto menuturkan, nilai barang kena pajak Indonesia juga lebih kecil jika dibandingkan negara maju macam Inggris sebesar USD 21; Kanada USD 15; dan Denmark sebesar USD 12.
Meskipun demikian, Indonesia bukanlah negara dengan nilai barang kena pajak terkecil, masih ada negara yang mematok angka lebih kecil seperti USD 2 yang diterapkan oleh Liberia, Ghana, dan Madagaskar.
“Perbedaan nilai yang ditentukan tiap negara, tentu berdasarkan pertimbangan yang sesuai dengan kepentingan masing-masing negara,” kata Arif di Batam Centre, Kamis (23/1) pagi.
Untuk Indonesia sendiri, penurunan yang dilakukan sudah dijelaskan dalam aturan tersebut. Ini untuk mendorong penguatan pada industri dalam negeri, biar bisa berkembang.
Pada prosesnya, kebijakan ini tidak sepenuhnya diterima. Utamanya dari pengusaha online di wilayah FTZ seperti Batam yang merasa akan terdampak langsung atas kebijakan ini. Mereka yang sebelumnya bisa menjual barang seharga di bawah USD 75 tanpa pajak, kini harus menyusun strategi baru karena nilai tersebut tinggal USD 3 saja.
*(bob/GoWestId)