PERAIRAN di Alur Laut Kepulauan Republik Indonesia (AKLI) 1 untuk jalur laut Selat Karimata dan Kepulauan Riau masih dari usaha penyelundupan dan juga tindakan melawan hukum lainnya.
Kondisi itu membuat jajaran TNI melakukan operasi bersandi Poros Sagara 2018.
Operasi itu melibatkan personil TNI Angkatan Udara, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Darat dan berbagai instansi pengamanan lainnya.
Dalam operasi Poros Sagara 2018 ini, pihak TNI AU Republik Indonesia mengerahkan 1 unit jet tempur jenis Hawk 100 yang disiagakan di bandara Hang Nadim Batam serta 4 unit jet tempur jenis Hawk 200 yang akan rutin melakukan operasi udara hingga tanggal 5 April mendatang.
Armada tempur udara itu bertugas untuk melakukan pemantauan udara mulai dari wilayah perairan Batam hingga ke perairan Kabupaten Natuna. Selain melakukan pemantauan terhadap adanya tindakan pelanggaran peraturan di wilayah perairan Republik Indonesia, operasi ini juga sebagai salah satu upaya peningkatan keamanan di wilayah perbatasan.
Namun, mengapa pihak TNI AU Republik Indonesia lebih memilih menurunkan personil dan unit jet tempur jenis Hawk dibandingkan dengan jenis jet tempur lain seperti Sukhoi yang baru saja dibeli oleh Pemerintah RI?
Komandan Skuadron 1 Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat, Letkol Penerbang (Pnb) Agung Wirajaya menjelaskan pemilihan unit Hawk sendiri dibarengi dengan pertimbangan matang oleh Komando Pusat.
Ia menjelaskan walau terlihat lebih mungil dari jet tempur jenis Sukhoi, tapi Hawk 100 dan Hawk 200 memiliki keunggulan lebih terutama dalam membantu perang di darat.
“Jet tempur jenis Hawk ini merupakan jet tempur yang diproduksi oleh British Aerospace dari Inggris. keunggulannya dalam membantu perang di darat dan melakukan pengawasan di wilayah perbatasan, terletak pada kecanggihan radar yang hingga saat ini masih belum dapat dikalahkan oleh jenis jet tempur sejenis,” ujarnya.
Menurut Agung lagi, pada misi pertahanan udara, sebagai sebuah jet tempur, Hawk 200 mampu melengkapi diri dengan berbagai persenjataan canggih dan mematikan.
Di antaranya rudal udara ke darat AGM-65 Maverick, Rudal anti kapal Sea Eagle, Torpedo, serta berbagai macam bom.
Untuk sensor, Hawk 200 dilengkapi dengan radar Northrop Grumman APG-66H multi-mode, LINS 300 laser cincin sistem giroskop navigasi inersia, udara sensor data, prosesor display dan komputer misi.
Sistem radarnya bisa melihat ke udara dan darat, sehingga memudahkan pilot tempur saat membidikan senjata ke arah musuh.
“Pada kokpit, pilot Hawk 200 juga dimanjakan dengan memiliki tuas kontrol elegan. Dimana pilot bisa membidik senjata dan memulai serangan, dengan menggunakan panel kontrol senjata. Hal ini ibarat memilih senjata saat berbelanja di toko perlengkapan senjata canggih. Kokpit ini memiliki layar warna, dengan prosesor dilengkapi 27 format tampilan yang menyediakan data penerbangan dan pesawat,” ungkapnya.
Sementara untuk mesin, Hawk 200 ini didukung oleh 871 Adour twin-spool, mesin turbofan rendah dari Rolls-Royce. Tangki bahan bakar fleksibel yang dipasang di tangki pesawat terpisahkan dan compartmented yang berada di sayap. Hawk 200 juga memiliki tangki eksternal yang bisa dipasang di sayap bawah.
“Selain itu, jet tempur Hawk 200 juga memiliki kisah di Lanud El Tari Kupang yang berhasil mencegat F/A-18 Hornet RAAF (Royal Australian Air Force) pada 16 September 1999 yang nyelonong masuk wilayah udara Republik Indonesai tanpa izin saat transisi merdekanya Timor Timur,”paparnya.
(*/GoWest.ID)