RAPAT Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakan BI 7 Days Repo Rate (RR) pada level 5%.
Deposit facility rate dipertahankan tetap di level 4,25% dan lending facility rate di level 5,75%.
Keputusan ini tidak berbeda dengan konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg, yang memperkirakan suku bunga acuan BI tidak berubah dibandingkan bulan lalu.
Selain itu, RDG BI juga menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps menjadi masing-masing 5,5% dan 4,0%.
Menanggapi keputusan BI, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai sudah tepat mengingat tekanan dari sektor eksternal masih cukup besar, utamanya dari masih tingginya risiko global seiring masih adanya ketidakpastian dari kesepakatan dagang antara China dan AS.
Selain itu, berlarut-larutnya proses keluarnya Inggris dari Eropa (Brexit) juga menambah ketidakpastian tersebut.
“BI tentunya telah mempertimbangkan berbagai faktor dalam keputusannya baik yang berasal dari faktor di dalam negeri maupun di luar negeri. Keputusan mempertahankan BI 7 Days RR yang diambil BI, saya rasa itu merupakan keputusan optimal. Meski tekanan inflasi di dalam negeri berada pada tren yang menurun dan nila tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada level yang relatif stabil, BI kemungkinan masih memandang resiko eksternal masih cukup tinggi” ujarnya.
Airlangga juga mengapresi penurunan GWM yang dilakukan BI dalam upaya menjaga kecukupan likuiditas di pasar keuangan. Namun, dia memandang peluang BI untuk menurunkan suku bunga kebijakannya cukup besar ke depan.
Pertama, tren penurunan inflasi dimana dalam rilis terkininya (periode Oktober 2019) BPS melaporkan angka inflasi sebesar 3,13% (yoy) atau masih berada pada kisaran target yang ditetapkan oleh Pemerintah dan BI sebesar 3,5 ± 1% pada Tahun 2019.
Kedua, terjaganya stabilitas rupiah terhadap dolar AS dikisaran Rp14.000 per dolar AS. Ketiga, suku bunga kebijakan BI saat ini sebesar 5% masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, misalnya Filipina sebesar 4%, Malaysia sebesar 3%, dan Thailand sebesar 1,5%.
Demikian pula halnya secara riil (dengan mengurangi angka inflasi dari suku bunga kebijakan), suku bunga rill di Indonesia masih menarik dibandingkan Thailand dan Taiwan, dan sama menariknya dengan Malaysia.
Menko Perekonomian berharap kebijakan BI ini secara efektif diikuti sektor perbankan dan keuangan sehingga tren penurunan suku bunga kebijakan BI bisa segera ditransmisikan ke suku bunga kredit/pembiayaan sehingga pada gilirannya menjadi stimulus bagi dunia usaha di tengah ancaman perlambatan ekonomi global.
“Tentunya berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah saat ini, dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya memerlukan dukungan dari sisi fiskal namun juga sisi moneter dalam hal ini pihak Bank Indonesia”, pungkasnya.
(*)