Tulisan ini dibuat oleh Prof. Dr. Arif Sumantri, SKM.,M.Kes, Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), yang juga Ketua Komite Penanggulangan Masalah Kesehatan Lingkungan (PMKL) Kementerian Kesehatan RI, dalam rangka menyambut peringatan Hari Kesehatan Lingkungan Dunia 2020.
Tulisan ini dikirim secara khusus ke redaksi GoWest Indonesia, dan kami sajikan dalam rubrik Catatan Netizen untuk anda, selamat membaca.
——————————
MENYAMBUT World Environmental Health Day (WEHD) atau Hari Kesehatan Lingkungan Dunia yang diperingati setiap tanggal 26 September, dan bertepatan dengan pandemi SARS-COV2 (Covid-19) yang mengalami trend peningkatan secara global selama lebih delapan bulan sejak ditemukan di China, banyak perubahan yang menyebabkan harus dapat beradaptasi, seolah Covid-19 menjadi Transformer di setiap elemen.
Walaupun sebagian para ahli mengakui Covid-19 telah memberikan peta perubahan, persepsi masyarakat tentang sanitasi lingkungan melalui CTPS (cuci tangan pakai sabun) dan pengawasan udara indoor yang bersih.
Perubahan kualitas lingkungan diantaranya penurunan pencemaran udara karena terjadi penurunan aktivitas industri, transportasi dan aktivitas masyarakat yang sebagian memanfaatkan WFH (bekerja di rumah).
Ada yang menjadi perhatian dan pencermatan sangat penting terkait interaksi manusia dan kebutuhannya pada lingkungan yang memberikan ketersediaan udara yang bersih, sehat dan aman.
Berdasarkan tangkapan satelit ESA Copernicus Sentinel 5-p, ada penurunan konsentrasi NO2 di Paris dan Wuhan pada saat pandemi Covid-19.
Secara keseluruhan kondisi lingkungan lebih bersih terutama nitrogen dioksida yang merupakan salahsatu polutan udara. Ketika jumlahnya melewati ambang batas yang ditetapkan maka diantaranya dapat terjadi hujan asam, meningkatnya keasamaan tanah, kerusakan bangunan dan sebagai perusak lapisan ozon.
Kota-kota besar di Indonesia berdasarkan data BMKG, kualitas udara pada Maret hingga Juni lebih bersih dibandingkan tahun sebelumnya.
Akan tetapi kualitas udara yang bersih belum tentu sehat dan aman karena kita harus istiqomah atau komitmen menggunakan masker sebagai pelindung dari kontaminasi mikro organisme melalui transmisi pernapasan.
Pandemi Covid-19 telah menjadi momentum kita tentang hakikat udara yang bersih sehat dan aman menjadi teramat sangat penting. Dan trend ini sebagai adaptasi kebiasaan dalam upaya pencegahan transmisi Covid-19, tidak sebatas hanya pada penggunaan masker tapi juga mencuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak (3M).
Pendapat Xia Wu, pada New England Journal of Medicine, pasien covid-19 yang tinggal di kawasan dengan tingkat polusi udara tinggi sebelum pandemic, lebih mungkin mengalami risiko kematian.
Pasien yang mengalami paparan jangka panjang PM 2,5, 1,5 %, lebih mungkin mengalami kematian akibat Covid-19 dibanding mereka yang hidup di suatu daerah yang lebih baik.
Demikian juga yang dituliskan Edoardo Conticini dan Bruno Frediani pada Journal Environ Mental Pollution, tercatat ada kematian di Italia Utara yaitu Lombardi dan Emilia Rogmana dibandingkan wilayah lain dengan tingkat kematian 12%, dari rata-rata tingkat kematian 4,5% di Italia.
Meskipun penelitian ini masih menjadi diskusi dari berbagai pendapat, tetapi penelitian tersebut dapat menjadi pelengkap tentang faktor-faktor penting yang mempengaruhi kehidupan pasien Covid-19.
Beberapa data di beberapa negara menunjukkan kondisi pasien dengan kesehatan yang terpengaruh polusi udara pada tingkatan infeksi Covid-19.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang tercantum di Pasal 16, meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak, termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat.
Pencemaran udara pada pandemi Covid-19, selain melakukan pencegahan pencemaran udara (paparan mikrobiologis) di outdoor melalui jaga jarak dan mengupayakan alat pelindung diri yang sesuai standar, serta lingkungan yang Hygiene & Saniter.
Tidak kalah penting untuk diperhatikan, juga melakukan pencegahan pada kualitas udara ruangan atau Indoor, terutama jika interaksi pada anggota keluarga yang sedang Isolasi Mandiri di rumah.
Kebersihan alat pendingi nudara serta sirkulasi melalui ventilasi udara yang cukup, harus diperhatikan juga dalam pengawasan kualitas udara indoor.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan udara dalam ruang rumah, pada pasal 4 dinyatakan bahwa pemantauan kualitas udara dalam ruang rumah dilaksanakan oleh petugas kesehatan lingkungan di Puskesmas dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
Ada komitmen Pemerintah Daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat serta bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada masyarakat sebagai implementasi garansi negara untuk bersedia dan menjamin untuk hadir serta menjamin pada setiap masyarakat untuk hidup sehat dan memperoleh tempat tinggal sertaling kungan yang baik dan sehat.
Peran petugas kesehatan lingkungan di Puskesmas diharapkan dapat melakukan identifikasi dan inisiasi pada pemeriksaankualitas udara di dalam ruangan rumah yang digunakan untuki solasi Mandiri SARS COV-2, sehingga dapat dilakukan pencegahan mikroorganisme yang berada di alat pendingin serta sebagai partikel dimedia atau dinamik di udara dalam ruangan (Airborne desease) melalui desinfeksi dengan desinfektan sesuai ketentuan.
Akan tetapi belum semua Puskesmas memiliki tenaga kesehatan lingkungan atau sanitasi lingkungan, lebih kurang 30% Puskesmas di Indonesia belum ada sanitarian. Kalaupun ada, banyak tugas pokok dan kegiatan yang dikerjakan sanitarian sesuai Permenkes N0 13 tahun 2015 tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan lingkungan di Puskesmas.
Sehingga roh mulia dari pengawasan, pengendalian pencemaran udara didalam ruangan rumah masih belum optimal.
Mencermati suasana pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, untuk integrasi pelaksanaan pengawasan dan juga untuk memberikan Sinergi kerja dan kinerja sanitarian akan sangat penting untuk dilakukan perencanaan kebutuhan dan kesesuaian sanitarian dalam menjalankan tugas pekerjaan di Puskesmas, sebagai bagian upaya mitigasi terhadap keadaan darurat baik secara kimia, biologis dan fisik.
Jika sebelum pandemi, masyarakat pergi kesuatu tempat umum atau wisata atau kerja yang menjadi pertimbangan adalah wi-fi, internet dan ketersediaan jaringan lainnya.
Kehadiran Covid-19 telah memberikan perubahan pada masyarakat dimanapun pada tempat umum dan kerja, yang akan menjadi pertimbangan adalah ketersediaan sarana sanitasi dan protokol kesehatan yang menjaga keadaan agar tetap higienis dan sanitasi.
Sampai saat ini semua lini (akademik, pemerintah, masyarakat, swasta dan media) untuk sinergi ada substansi utama pencegahan Covid dengan protokol kesehatan yaitu disiplin sebagai kunci efektif penurunan transmisi inspeksi Covid-19.
Kita ketahui daya tahan sosial dan ekonomi menghadapi pandemi Covid-19 dapat menjadi momentum untuk intervensi kesehatan lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat, untuk dilakukan eksplorasi potensi ekonomi kreatif melalui pemanfaatan kegiatan sanitasi lingkungan.
Hal ini untuk memberikan pesan pembelajaran pada masyarakat agar tidak menimbulkan ketergantungan terhadap bantuan sosial pada pandemi Covid.
Akan muncul kemandirian dari keadaan pandemi Covid sebagai sebuah peluang dan tantangan untuk menghasilkan inovasi yang memberikan pemahaman dan pembuktian melalui intervensi kesehatan lingkungan yang dirasakan manfaatnya, karena memiliki fungsi reduce, reuse dan recovery terhadap pengelolaan sanitasi lingkungan di sekitar yang paling terdekat dalam kehidupan masyarakat.
Hari Kesehatan Lingkungan Dunia pada Tahun 2020 memberikan momentum tentang peran rekognisi dan otorisasi pada tugas dan fungsi tenaga kesehatan lingkungan atau sanitasiling kungan sebagai kunci utama intervensi kesehatan masyarakat pada pandemi Covid-19.
Semoga dapat menjadi refleksi untuk implementasi tentang arti sebuah peran kesehatan lingkungan atau sanitasi lingkungan pada pandemi Covid-19.
Selamat Hari Kesehaan Lingkungan Dunia 2020.
(*)