PAJAK pertambahan nilai (PPN) dipastikan naik menjadi 11% pada tahun depan, menyusul telah disetujuinya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam Sidang Paripurna DPR RI.
“Jadi perubahan di PPN tidak berlaku 1 Januari 2022, namun 1 April 2022,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Kamis malam (7/10/2021) kemarin.
Dalam UU ini, pemerintah menaikkan tarif PPN yang saat ini 10% secara bertahap menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelumnya memastikan bahan pokok beserta kebutuhan utama masyarakat umum dari barang yang dikenakan pajak.
“Sejalan dengan usulan seluruh fraksi di DPR dan aspirasi masyarakat, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya,” jelasnya.
Akan tetapi sebenarnya dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) kelompok tersebut dihapuskan dari barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak.
“Walaupun ditetapkan sebagai barang atau jasa kena pajak, namun akan diberikan fasilitas dibebaskan PPN sehingga masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut sama perlakuannya dengan kondisi saat ini,” papar Yasonna.
Yasonna menyampaikan perubahan atas UU Pajak Pertambahan Nilai mengatur mengenai perluasan basis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan melakukan pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN agar lebih mencerminkan keadilan dan tepat sasaran, namun dengan tetap menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha.
Pengaturan ini dimaksudkan bahwa perluasan basis PPN dilakukan dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan, asas kemanfaatan khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional, sehingga optimalisasi penerimaan negara diselenggarakan dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.
“Sementara itu, kenaikan tarif PPN menjadi 12% disepakati untuk dilakukan secara bertahap, yaitu menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025, dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19,” pungkasnya.
Berikut daftar barang dan jasa yang masih bebas pajak:
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan
- Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
- Jasa keagamaan
- Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
- Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
- Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain;
- Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
- Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Sembako Kena Pajak?
Kelompok sembako dihapus dalam pasal 4A. Akan tetapi pada bagian penjelasan, tertera bahwa beberapa barang bahan pokok memang akan dikenakan pajak untuk menuju yang disebut pemerintah keadilan perpajakan.
Dalam aturan ini, maka pemerintah membebaskan PPN untuk barang sembako yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat.
Berikut daftarnya:
a. beras;
b. gabah;
c. jagung;
d. sagu;
e. kedelai;
f. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
i. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
j. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
(*)
Sumber : CNBC