KASUS kekerasan terhadap anak masih terbilang tinggi di Kot Tanjungpinang. Hingga bulan Oktober 2023, tercatat sebanyak 73 kasus kekerasan terhadap anak.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Tanjungpinang, terjadi penurunan kasus kekerasan anak dibanding tahun 2022 lalu.
“Hingga 9 Oktober 2023 ada 73 kasus kekerasan anak di Tanjungpinang, lebih rendah dibanding tahun 2022 yang sebanyak 83 kasus,” kata Kepala DP3APM Tanjungpinang, Rustam, Rabu (11/10/2023).
Namun demikian, lanjut Rustam, jumlahnya bisa saja bertambah karena masing tersisa dua bulan lebih jelang berakhirnya tahun 2023 ini.
Kemudian, kata Rustam, dari total 73 kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani tahun ini, didominasi oleh kasus kekerasan seksual sebanyak 31 kasus. Lima kasus di antaranya diindikasikan terlibat prostitusi, yang mana tiga kasus melibatkan siswa tingkat SMP dan dua siswa tingkat SMA.
Lalu, dari data tersebut, perempuan menjadi korban paling dominan, yaitu 25 orang. Selebihnya laki-laki sebanyak enam orang. Pelakunya ada yang berasal dari ayah kandung, ayah tiri, pacar, teman, tetangga serta orang lain.
“Selain kekerasan seksual, ada pula kasus anak jadi korban penelantaran, kekerasan fisik, psikis, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” ungkapny.
Rustam mengaku prihatin karena kasus kekerasan terhadap anak di Tanjungpinang masih cukup tinggi. Penyebabnya beragam, misalnya kasus prostitusi yang tidak terlepas dari adanya tempat hiburan malam.
Selain itu, ada juga faktor kerentanan dari keluarga, seperti orangtua tunggal, orangtua sambung hingga faktor ekonomi. “Bisa juga pembiaran dari orangtua, seperti membiarkan anak masih di luar rumah, padahal sudah jam 21.00 WIB,” ucap Rustam.
Oleh karena itu, lanjut Rustam, dalam rangka pencegahan kekerasan seksual anak, Pemko Tanjungpinang melalui DP3APM akan mengoptimalkan melalui peraturan daerah (perda) dan peraturan wali kota (perwako).
Optimalisasi ini dilakukan dalam bentuk peningkatan operasi yustisi dan non yustisi terkait Perda No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak, Perda No.7 Tahun 2018 tentang Perubahan Perda No. 5 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum dan Perwako No.54 Tahun 2015 tentang Penerapan Jam Belajar Malam Bagi Peserta Didik.
“Keberadaan anak anak di tempat hiburan pada jam tertentu dilarang, apalagi pada jam belajar atau jam sekolah, dan ini juga harus menjadi komitmen para pelaku usaha sebagaimana diatur dalam perda tersebut,” ujarnya.
Selain itu, Satpol PP Tanjungpinang juga akan menggiatkan kembali patroli penerapan jam belajar malam bagi peserta didik, yaitu dimulai pukul 18.00 WIB sampai 21.30 WIB, kecuali pada hari libur.
Pemko Tanjungpinang juga membentuk satgas pencegahan dan penanganan kekerasan di setiap satuan pendidikan, penguatan peran agen perubahan, penyebaran kuisioner pada siswa, serta operasi penyisiran handphone siswa di sekolah.
“Tidak kalah penting adalah sosialisasi pendidikan pengasuhan anak dan remaja yang diperluas dengan melibatkan tim penggerak PKK, BKMT dan para mubaligh,” sambung Rustam.
(ade)