TAHUN 2022 diproyeksi perekonomian Indonesia akan semakin membaik. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, tahun 2022 pertumbuhan perekonomian Indonesia bisa mencapai 5,2%.
Optimisme Airlangga karena melihat kondisi internal maupun global saat ini. Diakuinya masyarakat global tengah menghadapi varian baru Omicron yang transmisinya lima kali lebih tinggi dibandingkan varian sebelumnya. Namun, dia melihat dari tingkat dampak kesehatan, Omicron ternyata jauh lebih rendah. Buktinya, tingkat hunian rumah sakit di Amerika Serikat (AS) hanya 3%.
Meski begitu, Airlangga menyebut pemerintah Indonesia tetap akan menyiapkan bed occupancy ratio (BOR), obat-obatan, serta vaksin ketiga atau vaksin booster untuk mengantisipasi varian COVID-19 Omicron. Soal vaksin booster, menurutnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan arahan untuk mulai disuntikkan pada Januari 2022.
“Soal vaksin booster ini kita sudah siap tidak hanya dengan vaksin yang kita pakai selama ini melainkan juga memanfaatkan vaksin Merah Putih yang diinisiasi Universitas Airlangga dan vaksin Nusantara. Dengan begitu, kesehatan kia akan lebih tangguh,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (28/12/2021).
Airlangga yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) ini menjelaskan tantangan ke depan bukan hanya pandemi. Melainkan juga sejumlah kasus internasional seperti kasus properti Evergrande di China Evan Grande yang terlilit utang di tingkat global sebesar USD 300 miliar dan akan jatuh tempo di tahun 2022.
“Selain itu, di AS terjadi inflasi tinggi yang menimbulkan kekhawatiran sejumlah negara bahwa AS akan menaikkan tingkat suku bunga yang berdampak pada tapering off yang akan membuat suku bunga global terkerek ke atas,” terang Ketua Umum Partai Golkar ini.
Kendati demikian, Airlangga bersyukur karena tingginya inflasi di AS tidak dibarengi dengan kenaikan tingkat suku bunga. Selain itu, kondisi dalam negeri Indonesia juga membuat dia percaya diri karena RI masih memiliki cadangan devisa sebesar US$ 140 miliar dengan neraca perdagangan yang positif.
“Kondisi internal kita mampu meredam berbagai kondisi global. Selain itu, perbankan kita memiliki dana pihak ketiga dalam jumlah besar. Dengan demikian, kita bisa menjaga agar suku bunga tidak naik. Selain itu, kita juga bisa menjaga inflasi tetap rendah, sekitar 1,7%,” jelas Airlangga.
Hal lain yang membuatnya optimistis adalah cushion di APBN yang mencapai 3%, plus minus 1%.
“Dengan demikian, room kita terhadap inflasi cukup tinggi. Hal ini juga ditopang oleh ketersediaan bahan pangan, terutama beras. Sebab, dalam 2-3 tahun terakhir, kita mampu berswasembada dalam pasokan beras,” terangnya.
(*)
sumber: detikcom