PROGRAM Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II tinggal 36 hari lagi atau akan berakhir pada 30 Juni 2022. Untuk itu, Kantor Staf Presiden RI mengingatkan wajib pajak untuk memanfaatkan program ini agar terhindar dari denda dan sanksi.
Hingga saat ini, terdapat lebih dari 49 ribu wajib pajak yang memanfaatkan tax amnesty jilid II dengan nilai harta sebesar Rp 97,3 triliun per 24 Mei 2022. Demikian disampaikan Deputi III Kepala Staf Kepresidenan R,I Panutan Sulendrakusuma.
“Sedangkan nilai PPh mencapai Rp 9,8 triliun, trennya terus naik,” ungkap Panutan dalam keterangan resmi, Rabu (25/5/2022).
Panutan menjelaskan wajib pajak yang mengikuti tax amnesty jilid II akan terbebas dari sanksi administratif. Selain itu, pemerintah juga akan melindungi data wajib pajak agar tak digunakan untuk bahan penyelidikan atau penyidikan.
“Sebab PPS dijalankan dengan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Tujuannya meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak,” papar Panutan.
Tax amnesty jilid II, kata dia, juga memiliki peran besar untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi di Indonesia. Sebab, sebagian harta yang diungkapkan dari program tax amnesty jilid II diinvestasikan di beberapa sektor di Indonesia.
“Dengan memanfaatkan PPS, diharapkan membantu percepatan ekonomi negara,” jelas Panutan.
Kebijakan soal tax amnesty jilid II tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.
Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Nantinya, harta bersih itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan PPh final.
PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarif itu terdiri dari 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan SDA, EBT, dan SBN.
Lalu, 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, 6 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.
Setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harga. Surat itu diberikan kepada direktur jenderal pajak pada 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
Selain itu, wajib pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen, seperti bukti pembayaran PPh final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan menginvestasikan harta bersih ke sektor usaha SDA, EBT, dan SBN.
Selanjutnya, direktur jenderal pajak akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan atas pengungkapan harta oleh wajib pajak.
(*)
sumber: CNN Indonesia.com