KEMENTRIAN Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat 60 persen kabupaten dan kota di Indonesia tidak mampu memikul beban pembangunan di daerahnya. Hal itu karena kemampuan keuangan daerah masih minim hingga tidak bisa membiayai pembangunan fasilitas dan infastruktur dasar.
“Kalau Anda pergi ke daerah-daerah, masih ada jalan yang rusak dan sekolah yang belum sempurna,” ujar Staf Ahli Kemendagri Bidang Pemerintahan Suhajar Diantoro dikutip dari kemendagri.go.id.
Menurut dia, otonomi yang dipikul daerah saat ini masih berpola simetris.
“Hanya Papua, Daerah Khusus Ibukota, dan Aceh yang otonominya berbeda dan tidak simetris,” kata Suhajar.
Menurut Suhajar, sepintas, beberapa daerah otonomi mampu membiayai pembangunan, namun ada saja yang tercecer. “Kalau dirata-ratakan ada 60 persen daerah tidak mampu memikul beban tugas otonomi,” ucap dia.
Untuk itu, kata Suhajar, ke depan secara bertahap pihaknya akan melakukan evaluasi dan inventarisasi semua perampingan. Salah satunya adalah perampingan organisasi.
Suhajar menuturkan, pembentukan organisasi haruslah berbasis urusan. Artinya, hanya urusan yang dibutuhkan seorang bupatilah yang akan dibentuk organisasinya dengan syarat besarannya harus berbasis beban kerja.
“Jangan sampai beban kerja yang bisa ditenteng satu dibuat untuk dua orang. Misalkan Wamena tidak ada laut, jadi Dinas Perikanan untuk apa dibentuk. Artinya kalau memang fungsinya tidak ada, bupati tidak usah membentuk organisasi,” tutur Suhajar.
Bupati dan walikota juga diingatkan untuk menempatkan jajaran staf sesuai kompetensi. “Nanti diharapkan tidak ada lagi orang yang ditempatkan pada salah tempat,” ucap dia.
Perlu diketahui, saat ini, hanya tinggal 32 urusan yang diserahkan pemerintah pusat ke daerah, dan tujuh menyangkut ketertiban yang diminta presiden untuk diurus gubernur setelah ada otonomi daerah. ***